Investigasi baru kami menyingkap kegagalan dua perusahaan pedagang komoditas terbesar Amerika Serikat — ADM dan Bunge — dalam memastikan agar penyedia bahan baku mereka, yakni ratusan pabrik kelapa sawit Indonesia di Indonesia bebas dari pelanggaran terhadap para pembela lahan dan lingkungan.

Akibat kegagalan mereka mengidentifikasi dan mencegah konflik serta pelanggaran HAM di rantai pasok mereka, konsumen tanpa sadar mungkin saja membeli minyak sawit yang tercemar konflik dalam produk-produk yang disebar ke berbagai penjuru bumi di bawah merek terkemuka dunia seperti Nestlé, Unilever, dan PepsiCo.

Unduh laporan lengkap Risiko Dagang: Kegagalan ADM & Bunge terhadap Pembela Lahan dan Lingkungan (PDF, Bahasa) di Indonesia

Temuan Penting

ADM dan Bunge gagal memastikan dipatuhinya undang-undang nasional dan standar internasional, termasuk kebijakan mereka sendiri.

  • Hampir 40% sampel penelitian yakni pabrik kelapa sawit pemasok ADM maupun Bunge, menurut sejumlah laporan terpercaya, pernah digugat atas tuduhan melanggar hak-hak tanah masyarakat lokal, melakukan kriminalisasi atau serangan terhadap para pembela lahan, dan/atau menyebabkan degradasi lingkungan yang parah.
  • Sebagian besar tuduhan pelanggaran ini muncul dalam lima tahun terakhir, dan 17% dari pabrik kelapa sawit tersebut mengalami konflik aktif yang masih berlangsung pada tahun 2019 dan 2020. Sembilan sengketa di antaranya telah berlangsung selama satu dasawarsa bahkan lebih, dan pernah beberapa kali menjadi pokok liputan media.
  • Masyarakat lokal menuding 26% pabrik di antara sampel yang dikaji, sebagai perampas tanah masyarakat. Dalam delapan kasus di antaranya, dilaporkan secara gamblang bahwa masyarakat diusir dari tanah mereka, walaupun jumlah penggusuran tak terlapor mungkin jauh lebih besar dari ini.
  • Konfrontasi diwarnai kekerasan antara pabrik atau aparat keamanan negara dengan masyarakat pernah dilaporkan dalam konflik-konflik yang melibatkan 13 pabrik, biasanya ini terjadi karena suatu sengketa tanah yang telah berlangsung lama.
  • ADM dan Bunge gagal melakukan mitigasi, menyelidiki, maupun memulihkan dampak-dampak dari kegiatan para pemasok mereka ini terhadap pembela lahan dan lingkungan.


Hubungan antara Minyak Sawit dengan Pelanggaran Lingkungan dan HAM

Industri sawit adalah industri besar di Indonesia. Minyak sawit merupakan ekspor pertanian paling bernilai dari negeri itu, dan Indonesia adalah eksportir minyak sawit terbesar di dunia. Akan tetapi, secara historis, industri ini ternoda oleh pelanggaran, mulai dari penggundulan hutan hingga polusi dan pelanggaran hak-hak masyarakat.

Para pembela lahan dan lingkungan — yaitu kelompok masyarakat maupun individu yang berjuang melawan eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan, yang sifatnya timpang, diskriminatif, korup, atau merusak — kerap menghadapi respons penuh kekerasan atas kegiatan mereka menentang ekspansi minyak sawit.

Indonesia merupakan salah satu negara paling mematikan di Asia Tenggara bagi pembela lahan dan lingkungan, setidaknya 12 orang pembela lahan dan lingkungan telah tewas terbunuh sejak tahun 2015.

Sesuai standar internasional, perusahaan-perusahaan agribisnis global memiliki tanggung jawab nyata untuk memantau dan menanggulangi pelanggaran HAM dan pelanggaran hak atas tanah dalam rantai pasok mereka. Tapi, investigasi kami memperlihatkan bahwa baik ADM maupun Bunge tidak memiliki prosedur pemeriksaan atau pengurangan dampak yang memadai guna memastikan agar pabrik-pabrik pemasok bahan baku mereka bebas dari dampak-dampak berbahaya terhadap masyarakat setempat.

ADM menolak bukti dan analisa yang diungkapkan Global Witness terkait dengan proses uji kelayakan yang dilakukan perusahaan tersebut. Meskipun demikian, ADM telah menginvestigasi semua pabrik yang diidentifikasi laporan ini, terkait dengan pelanggaran hak tanah dan hak asasi manusia. ADM menjawab laporan Global Witness dengan menyatakan akan mengawasi sembilan pabrik yang disebut dalam laporan kami, dan melanjutkan investigasi terhadap 36 pabrik lainnya. ADM menghentikan atau menolak untuk menginvestigasi pabrik-pabrik lainnya.

Bunge mengakui bahwa insiden-insiden yang diduga telah terjadi itu berada dalam rantai pasok tak langsung mereka, dan mereka menekankan bahwa perusahaan memasukkan peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM yang dapat dipercaya ke dalam daftar keluhan untuk ditangani.

Kedua perusahaan perdagangan ini memiliki rantai pasok minyak sawit yang terhubung kepada pembeli terbesar dunia, yang pada akhirnya melibatkan sebagian merek terbesar dunia seperti Nestlé, PepsiCo, dan Unilever, dalam pelanggaran-pelanggaran ini.

Anjuran

ADM dan Bunge seharusnya:

  • Mengambil sikap kebijakan publik atas para pembela HAM, antara lain dengan mengambil sikap tanpa-toleransi atas ancaman dan kekerasan bagi pembela HAM, dengan penekanan khusus bagi mereka yang berada dalam risiko tertinggi, yaitu pembela lahan dan lingkungan.
  • Mengambil sikap kebijakan publik atas pencegahan pelanggaran hak tanah di seluruh rantai pasok, termasuk mengambil sikap tanpa-toleransi atas penyerobotan lahan secara ilegal, dan memastikan terpenuhinya hak memberikan persetujuan berdasarkan informasi di awal tanpa paksaan (free, prior, and informed consent) bagi kelompok-kelompok masyarakat yang terdampak.
  • Mengambil dan menerapkan sistem-sistem yang efektif guna menjalankan kebijakan-kebijakan ini di seluruh rantai pasok dan kegiatan perusahaan, dan memberi tahu masyarakat terkait langkah-langkah yang diambil untuk mengidentifikasi dan menangani risiko-risiko yang dihadapi pembela lahan dan lingkungan.
  • Memastikan agar proses mitigasi dan perbaikan yang efektif dapat dikembangkan dan diterapkan bagi tempat-tempat yang mengalami dampak merugikan.
  • Memperjuangkan isu-isu tentang pembela lahan dan lingkungan di hadapan pemerintah negara-negara, termasuk pemerintah Indonesia, memanfaatkan pengaruh komersial dan politik mereka untuk mendesak agar hak-hak pembela lebih dihargai.

Pemerintah Indonesia seharusnya:

  • Menghargai, melindungi, dan memenuhi hak-hak pembela HAM sesuai Deklarasi Pembela Hak Asasi Manusia PBB; mengusut dan menghukum para pelaku pelanggaran terhadap mereka, termasuk dalang di balik kejahatan-kejahatan ini.
  •  Memperkuat pengakuan dan perlindungan bagi wilayah adat dan hukum adat.